JIHAT DAlAM ISLAM
PENDAHULUAN
Dewasa ini agaknya tidak ada isu
tentang Islam yang sesensitif dan sering diperdebatkan selain jihad. Ia
diperbincangkan dalam media massa dan buku-buku akademis, baik di Timur maupun
di Barat. Ia juga merupakan salah satu konsep Islam yang paling sering
disalahpami, khususnya oleh kalangan para ahli dan pemikir Barat. Jihad
merupakan bagian integral wacana Islam sejak masa-masa awal muslim hingga
kontemporer. Pembicaraan tentang jihad dan konsep-konsep yang dikemukakan
sedikit atau banyak mengalami pergeseran dan perubahan sesuai dengan konteks
dan lingkungan masing-masing pemikir (boedi, 19980) .
Konsep jihad sendiri dapat dilhat
secara kebahasaan dan secara teologis, yakni pengertian jihad dalam konsep
hukum Islam baik yang didasarkan pada al-Qur’an maupun hadits. Secara bahasa
(etimologi), kata jihad berasal dari bahasa Arab, bentuk isim masdar kedua yang
berasal dari jaahada, yujaahidu, mujaahadatan dan hihaadan yang artinya
"Bekerja sepenuh hati".1 Kamus al- Munjid fi Lughah wa al-‘Alam lebih
lanjut menyebutkan lafad jahada al- ‘aduwwa, artinya qatalahu muhamatan
‘aniddin yang artinya "Menyerang musuh dalam rangka membela agama".2
Kamus Arab-Indonesia al-Munawir karangan Ahmad Warson Munawir mengartikan lafad
jihad sebagai "Kegiatan mencurahkan segala kemampuan". Jika dirangkai
dengan kata fi sabilillah, berarti "Berjuang, berjihad, berperang di jalan
Allah". Jadi kata jihad artinya perjuangan.3 Ibn Manzhur dalam Lisan
al-Arab menyebutkan bahwa jihad ialah "Memerangi musuh, mencurahkan (boedi, 19980) .
Jihad merupakan istilah dan ajaran
yang tidak asing di dalam kehidupan. Apalagi jika ia dikaitkan dengan konteks
kehidupan luas, mencakup banyak makna sejauh kesepakatan suatu kelompok yang
menyepakatinya, baik di kalangan media massa maupun media cetak dan elektronik.
Di Indonesia, sejak berlangsungnya kasus Bom Bali juga kasus Azhari, istilah jihad
menjadi marak kembali sehingga sering dikutip berbagai media, untuk memberi
konteks pada munculnya gerakan-gerakan perlawanan yang dilakukan oleh sebagian
kelompok kegamaan terhadap lainnya secara tidak adil.1 Media massa tidak jarang
memberikan ulasan munculnya berbagai aksi pengeboman di berbagai tempat di
Indonesia, sebagai bentuk perlawanan kelompok Islam terhadap lainnya. Dalam
pada itu tak jarang, ajaran jihad dipahami secara sederhana sebagai bentuk
perang suci atas nama agama untuk memerangi kezhaliman di muka bumi.
Istilah jihad dalam mainstreem
umat Islam seringkali dipahami dengan dua pengertian. Pertama, dalam
pengertian etimologis bahasa Arab. Kedua, dalam pengertian teologis,
yakni jihad dalam konsep hukum Islam, baik didasarkan al-Qur’an,
al-sunnah, atau pun ijma’ para ulama. Namun, betapapun dua pengertian di
atas dibedakan, tetap saja pengertian jihad tidak dipahami dalam posisi
yang benar, karena konsep jihad yang dibangun tidak jarang didasarkan
pada dua pengertian sekaligus, baik bahasa maupun teologi. Konsep jihad dalam
pertumbuhannya mempunyai banyak makna dan cakupan mulai dari berjuang melawan
hawa nafsu sampai mengangkat senjata ke medan peperangan.
Pengertian
Jihad
Kata jihad berakar pada kata kerja jahada-yajhadu
yang berarti berusaha dengan sungguh-sungguh. Bentuk mashdar dari kata
kerja tersebut adalah jahd atau juhd yang di samping bermakna
usaha juga bermakna kekuatan atau kemampuan (Munawwir, 1984: 234). Dari kata
dasar tersebut muncul dua istilah yang sangat populer dalam wacara keislaman,
yakni ijtihad dan jihad (mujahadah). Istilah pertama, yakni ijtihad,
sering digunakan dalam istilah hukum Islam (fikih), yang oleh al-Syaukani
didefinisikan sebagai pengerahan kemampuan dalam memproleh hukum syar’i yang
bersifat praktis melalui cara istinbath (Ali, 2000) .
jihad merupakan satu metode yang
juga dianggap sebagai salah satu sumber dalam penetapan hukum Islam di samping
dua sumber pokoknya, yakni al-Quran dan Sunnah. Adapun mujahadah, yang
juga sering diistilahkan jihad, berarti pengerahan segala kemampuan untuk
melepaskan diri dari segala hal yang menghambat pendekatan diri terhadap Allah,
baik hambatan yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal.
Hambatan internal muncul dari jiwa
(nafsu) yang mendorong untuk berbuat keburukan sesuai dengan watak nafsu hawa
nafsu yang tidak terkendali, dan kecintaan terhadap dunia. Sedang hambatan
eksternal berupa syetan yang merupakan musuh besar umat manusia (yang beriman),
orang-orang kafir, munafik, dan para pelaku maksiat dan kemungkaran. Semua
hambatan atau tantangan di atas harus dihadapi dengan perjuangan yang
sungguh-sungguh yang disertai dengan pengerahan segala kemampuan yang
dimilikinya. Perjuangan inilah yang disebut jihad. Dengan demikian, jihad lebih
mengarah pada pengerahan usaha di bidang fisik yang terwujud dalam aktivitas
yang sungguh-sungguh melawan semua hambatan seperti di atas. Adapun ijtihad
lebih mengarah pada kemampuan usaha di bidang non fisik, yakni berpikir mendalam
untuk menemukan hukum dari permasalahan manusia. Jihad merupakan salah satu
kewajiban bagi setiap Muslim untuk melakukannya, sebab jihad merupakan salah
satu bagian pokok dari syariah Islam (sandi, 2003) .
Jihad sudah dilakukan oleh Nabi
Muhammad Saw. sejak beliau 2 masih berada di Makkah dan berlangsung terus
hingga beliau hijrah ke Madinah. Al- Quran dan hadits Nabi banyak yang
menjelaskan masalah jihad dan memerintahkan kita untuk melakukannya. Dalam QS.
al-Furqan Allah Swt. berfirman: Artinya: “Maka janganlah kamu
mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al
Qur'an dengan jihad yang besar.” (QS. al-Furqan (25):52). Dalam ayat yang
lain Allah Swt. berfirman: Artinya: “Dan
sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah
menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu
sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al- Nahl:
(16): 110).
Jihad dalam kedua ayat di atas lebih
tertuju kepada jihad dalam arti perang melawan orang-orang kafir. Sementara itu
Nabi Muhammad Saw. menjadikan jihad sebagai amal manusia yang paling utama
setelah beriman kepada Allah dan Rasul- Nya. Ketika Nabi ditanya amalan apa
yang paling utama, beliau menjawab, beriman kepada Allah dan Rasulullah, lalu
jihad fi sabilillah, dan haji mabrur (HR. Ahmad dan al-Bukhari). Dalam
hadits yang lain dijelaskan, ketika Nabi ditanya jihad apa yang paling utama,
beliau menjawab haji mabrur (HR. al-Bukhari), dalam kesempatan lain beliau
menjawab, mengajak ke dalam keadilan (kebenaran) di hadapan penguasa yang
zhalim. Beliau bersabda:
Artinya: “Jihad yang
paling utama adalah menegakkan kebenaran
di hadapan penguasa yang zhalim.” (HR. Ahmad). Dan dalam
riwayat al-Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah, “menegakkan keadilan”.
Jawaban-jawaban Nabi seperti itu mengindikasikan bahwa jihad merupakan akhlak
terpuji yang menempati tempat yang sangat pokok dalam ajaran Islam sebagaimana
iman kepada Allah dan Rasulullah (aqidah) dan haji mabrur (syariah.
Perkembangan
Makna Jihad pada Periode Mekah
jihad, sewaktu nabi berada di Mekah
atau sebelum hijrahnya ke
Madinah, belum menjadi perhatian yang serius karena perhatian para sahabat tertuju kepada pengkajian dan pemahaman Alquran. Secara umum, jihad yang
dilakukan nabi adalah jihad dalam bentuk
non fisik. Indikasi ini terlihat pada awal-awal perkembangan Islam, nabi telah melarang sahabatnya
untuk menulis hadis, salah satu yang
melatar belakangi adanya larangan tersebut ialah karena ada kekhawatiran nabi akan terjadi
pencampurbauran antara hadis nabi dengan
teks Alquran. Jadi, perhatian para sahabat nabi ialah adalah mengkaji dan menghafal Alquran, baik
dengan kembali mengkaji ingatan
para sahabatnya maupun dari bahan teks tertulis (iskandar,
2007) .
Untuk merespon pendapat di atas, tentang
perintah jihad dalam bentuk
fisik, secara umum pada awal-awal Islam belum nampak, dapat diperhatikan ayat-ayat Makiyah. Ayat
yang pertama turun berdasarkan konversi
surah adalah Q.S Al-Furqân (25):52. Term jihad termaktub dalam ayat ini adalah berupa kata jâhid (dalam bentuk fi’il
amar) dan jihâdun (isim
masdar yang berfungsi sebagai maf’ûl mutlaq berarti li al-ta’kîd “sungguh-sungguh”).
Kata jihad dalam konteks ayat ini adalah
menahan diri, untuk tidak mengikuti orang-orang kafir dan berupaya menggali dan
mensosialisasikan Alquran, bukan jihad dalam bentuk perang secara fisik melawan orang-orang kafir. Indikator makna ini diungkap dari kata jihad
yang beriringan dengan frasa falâ
tuti’ al-kâfirîn dan kata jihad tersebut disertai oleh kata bih
(damîr muttasîl
hâ’), ini kembali kepada Alquran .
Jihad terhadap orangorang kafir tersebut dengan menggunakan
Alquran. (Abû al-Baqâ’, 1987:
988). Ayat berikutnya adalah Q.S
Al-An’âm (6):109; Q.S. Al-Nahl (16):38.
Perintah jihad dalam ayat ini berupa jahdun. Kata jahdun disertai kata aiman yang
bermakna “sumpah”. Berarti makna jihad dalam
konteks ayat ini adalah sungguh-sungguh dalam bersumpah, ayat tersebut disusul kemudian oleh Q.S. Al-Nahl (16):110 dan
Q.S.
Al-‘Ankabût (29):69. Dalam kedua
ayat tersebut, kata jihad yang menggunakan kata kerja jâhadû. Ayat
pertama, yaitu kata kerja jâhadû disertai kata futinû yang
bermakna “mendapat cobaan” dan kata sâbarû. Berarti kata jâhadû dalam
konteks ayat ini adalah ujian yang serius terhadap kualitas keimanan umat Islam
dari siksaan dan kekejaman orang-orang musyrik Mekah (Husayn, 1972:355). Awal
perkembangan Islam, kezaliman dan kedustaan sangat merajalela dan terdapat di
mana-mana, sehingga jihad terhadap kezaliman dan pendusta Allah swt. dan
kenabian Muhammad saw., tidak harus diperangi dalam arti mengangkat senjata,
akan tetapi harus dinasehati dengan pendekatan Alquran dan hadis nabi. Ini
dibuktikan beberapa hadis nabi yang tertulis pada awal perkembangan Islam. Nabi
sering menyampaikan pesan-pesan agama melalui hadisnya Kezaliman yang dilakukan
mereka adalah kezaliman terhadap dirinya sendiri, karena mereka menyembah
berhala dan mendustakaan ayatayat Allah swt.
Perkembangan
Makna Jihad Periode Madinah
Perkembangan makna jihad periode
Madinah, tentu berbeda dengan makna jihad pada periode Mekah karena
perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat dan daerah kekuasaan Islam
bertambah luas. Ayat-ayat Alquran yang membicarakan masalah jihad sangat
variatif maknanya. Terdapat 33 ayat Alquran yang berbicara tentang jihad
sehingga makna-makna yang terkandung di dalamnya juga beragam. Ayat pertama
yang tergolong ayat Madaniyah, yaitu Q.S Al - ankabut (29):8: Terjemahnya :
Dan Kami wajibkan
manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-
bapaknya, dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu
mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Dalam
ayat tersebut, kata jâhadâka beriringan dengan tushrika dan ‘ilm.
Kata tersebut bermakna memaksa dengan keras menyekutukan Allah. Ayat
tersebut dapat dipahami sebagai larangan
untukk menyekutukan Allah meskipun paksaan itu datangnya dari orang
tua sendiri. Sedangkan kata ‘ilm merupakan illat bagi sikap ketidaktaatan
terhadap paksaan yang keras. Artinya, paksaan untuk menyekutukan Allah
sekalipun datangnya dari orang tua, jika diketahui secara pasti
masalahnya, tidak boleh diikuti, tetapi orang tua tetap harus dihormati (ridho, 2007) .
Sedangkan makna jihad yang bermakna
perjuangan fisik melawan orang musyrik atau kafir Quraish dipahami dari
ayat tentang izin Allah untuk berperang secara fisik melawan orang-orang
kafir. Izin perang dari Allah swt. disebutkan dalam Q.S Al-Hajj (22):39.
Ayat-ayat yang turun setelah surah ini dipahami sebagai perlawanan fisik
melawan orang-orang kafir, meskipun tidak seluruhnya ayat-ayat Alquran
turun sesudah adanya ayat izin perang bermakna jihad perlawanan fisik.
Ayat yang turun sesudah izin perang antara lain terdapat dalam Q.S
Al-Taubah (9) dan Q.S Al-Tahrîm (66):9.
Kedua ayat ini, jihad
diartikan sebagai perjuangan fisik melawan orang-orang kafir dan
orang-orang munafik. Berpijak dari paparan makna jihad yang terdapat
dalam Alquran dan hadis nabi saw. baik ayat-ayat Makiyah maupun
Madaniyah, telah menjelaskan secara utuh dan integral, bahwa makna jihad
tidak terbatas dan tidak memiliki makna yang sangat sempit, seperti pemahaman
mereka di dunia Barat atau kalangan muslim tertentu sebagai perjuangan
fisik terhadap musuh-musuh Allah, akan tetapi jihad memiliki makna yang
general dan bersifat menyeluruh.
Dalam ayat Makiyah atau hadis yang
dikeluarkan oleh nabi sewaktu beliau berada di Mekah yang menganjurkan
melaksanakan jihad dengan perjuangan fisik melawan orang-orang kafir
atau orangorang yang musyrik tidak ditemukan. Tetapi pada kenyataannya
banyak ayat ditemukan atau hadis menganjurkan untuk menjaga dan mengkaji
Alquran, menjaga kualitas keimanan dan meningkatkan keilmuan. Walaupun
ada perintah jihad dengan perlawanan fisik, Nabi jarang melakukannya,
kecuali dalam keadaan terdesak Sebagai konklusi awal dan masih bersifat
hipotetik, makna jihad yang terdapat dalam Alquran sewaktu nabi berada
di Mekah, tidak ditemukan perintah untuk melakukan jihad dalam bentuk
perlawanan fisik. Begitupula dalam hadis nabi, tidak ditemukan anjuran
untuk melaksanakan jihad dengan mempergunakan fisik (mengangkat senjata
untuk berperang melawan orang-orang kafir dan munafik) (muhammad, 1955) .
Perintah Allah
berjihad dengan perlawanan fisik, setelah nabi hijrah ke Madinah. Walaupun ada anjuran Allah untuk melakukan jihad dengan kekuatan fisik, hanya
terdapat dalam beberapa ayat. Perintah
jihad dengan melakukan perlawanan fisik, bukan melakukan jihad dengan mengangkat senjata semata, tetapi bisa bermakna
lain. Islam tidak menganjurkan
atau mengajarkan perpecahan, pertikaian
dan teror, tetapi Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam. Adapun orang-orang yang memahami
bahwa Allah swt. Telah menganjurkan
untuk melakukan jihad dalam bentuk fisik, hanya penafsiran saja, sehingga mereka memahami ada dua ayat yang menganjurkan untuk berjihad dalam
bentuk fisik. Hal ini didasari hasil
analisis setelah melihat beberapa ayat berkonotasi jihad.
Tingkatan Jihad
1
Jihadun nafs(Jihad dalam memperbaiki
diri)
Syariat
Jihadun Nafs ini diterangkan pentingnya dalam hadits Fudhâlah bin Ubaid
radhiyallâhuanhu , dimana Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Seorang mujahid
adalah orang yang berjihad memperbaiki dirinya dalam ketaatan kepada Allah.
Salah satu bentuk jihad dalam konteks ini AALAH Jihad memperbaiki diri dengan
mempelajari ilmu syariat; Al-Qurân dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaf.
2
Jihadusy Syaithan (Jihad melawan
syaithân)
Hal
ini sebagaimana dalam firman ALLAH SWT yang artinya “Sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh bagi kalian, maka jadikanlah ia sebagai musuh (kalian), karena
sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka
menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” ( QS. Fâthir : 6 )
3
Jihâdul Kuffâr wal Munâfiqîn (Jihad
melawan orang-orang kafir dan kaum munâfiqîn)
Jihad melawan orang-orang kafir
termasuk jihad yang paling banyak disebutkan dalam nash-nash Al-Qur`ân dan As-
Sunnah. Dan jihad terhadap kaum munâfiqîn adalah memerangi orang-orang yang
menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekufuran di dalam hatinya. Jihâdul
munâfiqîn ini tidak kalah pentingnya dari jihad-jihad yang disebutkan
sebelumnya karena terlalu banyak orang yang ingin menghancurkan Islam dari
dalam, dengan merusak, memutarbalikkan ajaran Islam atau menjadikan kaum
muslimin ragu terhadap Dien mereka yang mulia.
Jihad
dalam memerangi mereka ada 4 tingkatan
Ø Memerangi
mereka dengan lisan dalam bentuk menjelaskan kesesatan mereka dan menjauhkan
mereka dari kaum muslimin.
Ø Memerangi
mereka dengan menginfakkan harta dalam mendukung kegiatan-kegiatan untuk
mematahkan segala makar jahat dan permusuhan mereka terhadap Islam dan kaum
muslimin.
Ø Memerangi
mereka dalam arti yang sebenarnya, yaitu dengan membunuh mereka kalau terpenuhi
syarat-syarat yang disebutkan oleh para ulama dalam perkara tersebut.
4
Jihâd Arbâbuzh Zholmi wal Bida’ wal
Munkarât (Jihad menghadapi orang-orang zholim, ahli bid’ah, dan pelaku
kemungkaran)
Ibnul Qayyim
menyebutkan bahwa jihad dengan jenis ini mempunyai tiga tingkatan :
Ø Berjihad
dengan tangan. Dan ini bagi siapa yang mempunyai kemampuan untuk merubah dengan
tangannya, sesuai dengan batas kemampuan yang Allah berikan kepada mereka.
Ø Berjihad
dengan lisan (nasehat). Dan hal ini juga bagi siapa yang punya kemampuan
merubah dengan lisannya.
Ø Berjihad
dengan hati. Yaitu mengingkari kezholiman, bid’ah dan kemungkaran yang ia lihat
bila ia tidak mampu merubahnya dengan tangan atau lisannya.
Bentuk-bentuk jihad
a) Jihad dalam bentuk lisan
Berjihad dalam menyebarkan ilmu dan
petunjuk melalui dakwah. Firman Allah, bermaksud : ”Dan serulah kepada (agama) Tuhanmu,
sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus” (surah al-Hajj,
ayat 67)
b)
Jihad dalam bentuk
perang
Jihad dalam bentuk perang
dilaksanakan jika terjadi fitnah yang membahayakan eksistensi ummat (antara
lain berupa serangan-serangan dari luar). Pada dasar kata arti jihad adalah
"berjuang" atau "ber-usaha dengan keras" , namun bukan harus
berarti "perang dalam makna "fisik" . jika sekarang jihad lebih
sering diartikan sebagai "perjuangan untuk agama", itu tidak harus
berarti perjuangan fisik .
Ber-Jihad tidak
selalu harus identik dengan ber-perang secara lahiryah / fisik, sebab Jihad ,
antara lain , dapat berbentuk :
Ø Perjuangan dalam diri sendiri untuk
menegakkan syariat Islamiah
Yaitu jihad yang melawan hawa nafsu
untuk tunduk kepada allah.
Ø Perjuangan terhadap orang lain , baik lisan
, tulisan atau tindakan
Ø Jihad dalam bentuk pertempuran : dalam surat at – taubah ayat
111: qital disebut dengan fisabillah “perang dijalan allah” artinya islam
membenci peperangan, namun islam mewajibkan berperang jika dan hanya muslim
diserang (karena agama) sampai suatu batas mutlak yang ditentukan.
Arti kata Jihad sering disalahpahami oleh
yang tidak mengenal prinsip-prinsip Din Islam sebagai 'perang suci' (holy
war); istilah untuk perang adalah Qital, bukan Jihad (boedi, 19980) .
Jihad dalam
bentuk perang
Jihad dalam bentuk perang dilaksanakan
jika terjadi fitnah yang membahayakan eksistensi ummat (antara lain berupa
serangan-serangan dari luar). Pada dasar kata arti jihad adalah "berjuang"
atau "ber-usaha dengan keras" , namun bukan harus berarti
"perang dalam makna "fisik" . jika sekarang jihad lebih sering
diartikan sebagai "perjuangan untuk agama", itu tidak harus berarti
perjuangan fisik .
jika
meng-arti-kan jihad hanya sebagai peperangan fisik dan extern, untuk membela
agama, akan sangat ber-bahaya , sebab akan mudah di-manfaat-kan dan rentan
terhadap fitnah.
jika
meng-artikan Jihad sebagai "perjuangan membela agama" , maka lebih
tepat bahwa ber-Jihad adalah : "perjuangan menegakkan syariat
Islam".Sehingga berjihad harus -lah dilakukan setiap saat , 24 jam sehari
, sepanjang tahun , seumur hidup. Jihad bisa ber-arti ber-juang "Menyampaikan atau
menjelaskan kepada orang lain kebenaran Ilahi Atau bisa ber-jihad dalam diri
kita sendiri", Bisa saja ber-jihad adalah : "Memaksakan diri
untuk bangun pagi dan shalat Subuh, walau masih mengantuk dan dingin dan
memaksakan orang lain untuk shalat subuh dengan menyetel TOA mesjid dan
memperdengarkan shalat subuh." dlsb .
Jihad dan Teroris
Terorisme
tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad; Jihad dalam bentuk perang harus jelas
pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti halnya perang
yang dilakukan Nabi Muhammad yang mewakili Madinah melawan Makkah dan
sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum
Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk
perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran). “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan
(membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak
yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini
(Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan
berilah kami penolong dari sisi Engkau !".(QS 4:75)”
Perang
yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti Sunnah Rasul tidak
bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah
tanpa kekerasan, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima dakwah Rasul,
kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan
menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi. "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa
yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama
yang benar (agama Allah<-islam), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab
kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam
keadaan tunduk (iskandar, 2007) .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar