Sabtu, 05 November 2016

JIHAT DALAM ISLAM

JIHAT DAlAM ISLAM


PENDAHULUAN

            Dewasa ini agaknya tidak ada isu tentang Islam yang sesensitif dan sering diperdebatkan selain jihad. Ia diperbincangkan dalam media massa dan buku-buku akademis, baik di Timur maupun di Barat. Ia juga merupakan salah satu konsep Islam yang paling sering disalahpami, khususnya oleh kalangan para ahli dan pemikir Barat. Jihad merupakan bagian integral wacana Islam sejak masa-masa awal muslim hingga kontemporer. Pembicaraan tentang jihad dan konsep-konsep yang dikemukakan sedikit atau banyak mengalami pergeseran dan perubahan sesuai dengan konteks dan lingkungan masing-masing pemikir (boedi, 19980).
            Konsep jihad sendiri dapat dilhat secara kebahasaan dan secara teologis, yakni pengertian jihad dalam konsep hukum Islam baik yang didasarkan pada al-Qur’an maupun hadits. Secara bahasa (etimologi), kata jihad berasal dari bahasa Arab, bentuk isim masdar kedua yang berasal dari jaahada, yujaahidu, mujaahadatan dan hihaadan yang artinya "Bekerja sepenuh hati".1 Kamus al- Munjid fi Lughah wa al-‘Alam lebih lanjut menyebutkan lafad jahada al- ‘aduwwa, artinya qatalahu muhamatan ‘aniddin yang artinya "Menyerang musuh dalam rangka membela agama".2 Kamus Arab-Indonesia al-Munawir karangan Ahmad Warson Munawir mengartikan lafad jihad sebagai "Kegiatan mencurahkan segala kemampuan". Jika dirangkai dengan kata fi sabilillah, berarti "Berjuang, berjihad, berperang di jalan Allah". Jadi kata jihad artinya perjuangan.3 Ibn Manzhur dalam Lisan al-Arab menyebutkan bahwa jihad ialah "Memerangi musuh, mencurahkan (boedi, 19980).
            Jihad merupakan istilah dan ajaran yang tidak asing di dalam kehidupan. Apalagi jika ia dikaitkan dengan konteks kehidupan luas, mencakup banyak makna sejauh kesepakatan suatu kelompok yang menyepakatinya, baik di kalangan media massa maupun media cetak dan elektronik. Di Indonesia, sejak berlangsungnya kasus Bom Bali juga kasus Azhari, istilah jihad menjadi marak kembali sehingga sering dikutip berbagai media, untuk memberi konteks pada munculnya gerakan-gerakan perlawanan yang dilakukan oleh sebagian kelompok kegamaan terhadap lainnya secara tidak adil.1 Media massa tidak jarang memberikan ulasan munculnya berbagai aksi pengeboman di berbagai tempat di Indonesia, sebagai bentuk perlawanan kelompok Islam terhadap lainnya. Dalam pada itu tak jarang, ajaran jihad dipahami secara sederhana sebagai bentuk perang suci atas nama agama untuk memerangi kezhaliman di muka bumi.
            Istilah jihad dalam mainstreem umat Islam seringkali dipahami dengan dua pengertian. Pertama, dalam pengertian etimologis bahasa Arab. Kedua, dalam pengertian teologis, yakni jihad dalam konsep hukum Islam, baik didasarkan al-Qur’an, al-sunnah, atau pun ijma’ para ulama. Namun, betapapun dua pengertian di atas dibedakan, tetap saja pengertian jihad tidak dipahami dalam posisi yang benar, karena konsep jihad yang dibangun tidak jarang didasarkan pada dua pengertian sekaligus, baik bahasa maupun teologi. Konsep jihad dalam pertumbuhannya mempunyai banyak makna dan cakupan mulai dari berjuang melawan hawa nafsu sampai mengangkat senjata ke medan peperangan.

 Pengertian Jihad
            Kata jihad berakar pada kata kerja jahada-yajhadu yang berarti berusaha dengan sungguh-sungguh. Bentuk mashdar dari kata kerja tersebut adalah jahd atau juhd yang di samping bermakna usaha juga bermakna kekuatan atau kemampuan (Munawwir, 1984: 234). Dari kata dasar tersebut muncul dua istilah yang sangat populer dalam wacara keislaman, yakni ijtihad dan jihad (mujahadah). Istilah pertama, yakni ijtihad, sering digunakan dalam istilah hukum Islam (fikih), yang oleh al-Syaukani didefinisikan sebagai pengerahan kemampuan dalam memproleh hukum syar’i yang bersifat praktis melalui cara istinbath (Ali, 2000).
            jihad merupakan satu metode yang juga dianggap sebagai salah satu sumber dalam penetapan hukum Islam di samping dua sumber pokoknya, yakni al-Quran dan Sunnah. Adapun mujahadah, yang juga sering diistilahkan jihad, berarti pengerahan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat pendekatan diri terhadap Allah, baik hambatan yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal.
            Hambatan internal muncul dari jiwa (nafsu) yang mendorong untuk berbuat keburukan sesuai dengan watak nafsu hawa nafsu yang tidak terkendali, dan kecintaan terhadap dunia. Sedang hambatan eksternal berupa syetan yang merupakan musuh besar umat manusia (yang beriman), orang-orang kafir, munafik, dan para pelaku maksiat dan kemungkaran. Semua hambatan atau tantangan di atas harus dihadapi dengan perjuangan yang sungguh-sungguh yang disertai dengan pengerahan segala kemampuan yang dimilikinya. Perjuangan inilah yang disebut jihad. Dengan demikian, jihad lebih mengarah pada pengerahan usaha di bidang fisik yang terwujud dalam aktivitas yang sungguh-sungguh melawan semua hambatan seperti di atas. Adapun ijtihad lebih mengarah pada kemampuan usaha di bidang non fisik, yakni berpikir mendalam untuk menemukan hukum dari permasalahan manusia. Jihad merupakan salah satu kewajiban bagi setiap Muslim untuk melakukannya, sebab jihad merupakan salah satu bagian pokok dari syariah Islam (sandi, 2003).
            Jihad sudah dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. sejak beliau 2 masih berada di Makkah dan berlangsung terus hingga beliau hijrah ke Madinah. Al- Quran dan hadits Nabi banyak yang menjelaskan masalah jihad dan memerintahkan kita untuk melakukannya. Dalam QS. al-Furqan Allah Swt. berfirman: Artinya: “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Qur'an dengan jihad yang besar.” (QS. al-Furqan (25):52). Dalam ayat yang lain Allah Swt. berfirman: Artinya: “Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al- Nahl: (16): 110).
            Jihad dalam kedua ayat di atas lebih tertuju kepada jihad dalam arti perang melawan orang-orang kafir. Sementara itu Nabi Muhammad Saw. menjadikan jihad sebagai amal manusia yang paling utama setelah beriman kepada Allah dan Rasul- Nya. Ketika Nabi ditanya amalan apa yang paling utama, beliau menjawab, beriman kepada Allah dan Rasulullah, lalu jihad fi sabilillah, dan haji mabrur (HR. Ahmad dan al-Bukhari). Dalam hadits yang lain dijelaskan, ketika Nabi ditanya jihad apa yang paling utama, beliau menjawab haji mabrur (HR. al-Bukhari), dalam kesempatan lain beliau menjawab, mengajak ke dalam keadilan (kebenaran) di hadapan penguasa yang zhalim. Beliau bersabda:
Artinya: “Jihad yang paling utama  adalah menegakkan kebenaran di hadapan penguasa yang zhalim.” (HR. Ahmad). Dan dalam riwayat al-Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah, “menegakkan keadilan”. Jawaban-jawaban Nabi seperti itu mengindikasikan bahwa jihad merupakan akhlak terpuji yang menempati tempat yang sangat pokok dalam ajaran Islam sebagaimana iman kepada Allah dan Rasulullah (aqidah) dan haji mabrur (syariah.
 Perkembangan Makna Jihad pada Periode Mekah
            jihad, sewaktu nabi berada di Mekah atau sebelum hijrahnya ke Madinah, belum menjadi perhatian yang serius karena perhatian para sahabat tertuju kepada pengkajian dan pemahaman Alquran. Secara umum, jihad yang dilakukan nabi adalah jihad dalam bentuk non fisik. Indikasi ini terlihat pada awal-awal perkembangan Islam, nabi telah melarang sahabatnya untuk menulis hadis, salah satu yang melatar belakangi adanya larangan tersebut ialah karena ada kekhawatiran nabi akan terjadi pencampurbauran antara hadis nabi dengan teks Alquran. Jadi, perhatian para sahabat nabi ialah adalah mengkaji dan menghafal Alquran, baik dengan kembali mengkaji ingatan para sahabatnya maupun dari bahan teks tertulis (iskandar, 2007).
            Untuk merespon pendapat di atas, tentang perintah jihad dalam bentuk fisik, secara umum pada awal-awal Islam belum nampak, dapat diperhatikan ayat-ayat Makiyah. Ayat yang pertama turun berdasarkan konversi surah adalah Q.S Al-Furqân (25):52. Term jihad termaktub dalam ayat ini adalah berupa kata jâhid (dalam bentuk fi’il amar) dan jihâdun (isim masdar yang berfungsi sebagai maf’ûl mutlaq berarti li al-ta’kîd “sungguh-sungguh”). Kata jihad dalam konteks ayat ini adalah menahan diri, untuk tidak mengikuti orang-orang kafir dan berupaya menggali dan mensosialisasikan Alquran, bukan jihad dalam bentuk perang secara fisik melawan orang-orang kafir. Indikator makna ini diungkap dari kata jihad yang beriringan dengan frasa falâ tuti’ al-kâfirîn dan kata jihad tersebut disertai oleh kata bih (damîr muttasîl hâ’), ini kembali kepada Alquran .
            Jihad terhadap orangorang kafir tersebut dengan menggunakan Alquran. (Abû al-Baqâ’, 1987: 988). Ayat berikutnya adalah Q.S Al-An’âm (6):109; Q.S. Al-Nahl (16):38. Perintah jihad dalam ayat ini berupa jahdun. Kata jahdun disertai kata aiman yang bermakna “sumpah”. Berarti makna jihad dalam konteks ayat ini adalah sungguh-sungguh dalam bersumpah, ayat tersebut disusul kemudian oleh Q.S. Al-Nahl (16):110 dan Q.S.
            Al-‘Ankabût (29):69. Dalam kedua ayat tersebut, kata jihad yang menggunakan kata kerja jâhadû. Ayat pertama, yaitu kata kerja jâhadû disertai kata futinû yang bermakna “mendapat cobaan” dan kata sâbarû. Berarti kata jâhadû dalam konteks ayat ini adalah ujian yang serius terhadap kualitas keimanan umat Islam dari siksaan dan kekejaman orang-orang musyrik Mekah (Husayn, 1972:355). Awal perkembangan Islam, kezaliman dan kedustaan sangat merajalela dan terdapat di mana-mana, sehingga jihad terhadap kezaliman dan pendusta Allah swt. dan kenabian Muhammad saw., tidak harus diperangi dalam arti mengangkat senjata, akan tetapi harus dinasehati dengan pendekatan Alquran dan hadis nabi. Ini dibuktikan beberapa hadis nabi yang tertulis pada awal perkembangan Islam. Nabi sering menyampaikan pesan-pesan agama melalui hadisnya Kezaliman yang dilakukan mereka adalah kezaliman terhadap dirinya sendiri, karena mereka menyembah berhala dan mendustakaan ayatayat Allah swt.
Perkembangan Makna Jihad Periode Madinah
            Perkembangan makna jihad periode Madinah, tentu berbeda dengan makna jihad pada periode Mekah karena perkembangan ilmu pengetahuan semakin pesat dan daerah kekuasaan Islam bertambah luas. Ayat-ayat Alquran yang membicarakan masalah jihad sangat variatif maknanya. Terdapat 33 ayat Alquran yang berbicara tentang jihad sehingga makna-makna yang terkandung di dalamnya juga beragam. Ayat pertama yang tergolong ayat Madaniyah, yaitu Q.S Al - ankabut (29):8: Terjemahnya :
Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu- bapaknya, dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Dalam ayat tersebut, kata jâhadâka beriringan dengan tushrika dan ‘ilm. Kata tersebut bermakna memaksa dengan keras menyekutukan Allah. Ayat tersebut dapat dipahami sebagai larangan  untukk menyekutukan Allah meskipun paksaan itu datangnya dari orang tua sendiri. Sedangkan kata ‘ilm merupakan illat bagi sikap ketidaktaatan terhadap paksaan yang keras. Artinya, paksaan untuk menyekutukan Allah sekalipun datangnya dari orang tua, jika diketahui secara pasti masalahnya, tidak boleh diikuti, tetapi orang tua tetap harus dihormati (ridho, 2007).
            Sedangkan makna jihad yang bermakna perjuangan fisik melawan orang musyrik atau kafir Quraish dipahami dari ayat tentang izin Allah untuk berperang secara fisik melawan orang-orang kafir. Izin perang dari Allah swt. disebutkan dalam Q.S Al-Hajj (22):39. Ayat-ayat yang turun setelah surah ini dipahami sebagai perlawanan fisik melawan orang-orang kafir, meskipun tidak seluruhnya ayat-ayat Alquran turun sesudah adanya ayat izin perang bermakna jihad perlawanan fisik. Ayat yang turun sesudah izin perang antara lain terdapat dalam Q.S Al-Taubah (9) dan Q.S Al-Tahrîm (66):9.
            Kedua ayat ini, jihad diartikan sebagai perjuangan fisik melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Berpijak dari paparan makna jihad yang terdapat dalam Alquran dan hadis nabi saw. baik ayat-ayat Makiyah maupun Madaniyah, telah menjelaskan secara utuh dan integral, bahwa makna jihad tidak terbatas dan tidak memiliki makna yang sangat sempit, seperti pemahaman mereka di dunia Barat atau kalangan muslim tertentu sebagai perjuangan fisik terhadap musuh-musuh Allah, akan tetapi jihad memiliki makna yang general dan bersifat menyeluruh.
            Dalam ayat Makiyah atau hadis yang dikeluarkan oleh nabi sewaktu beliau berada di Mekah yang menganjurkan melaksanakan jihad dengan perjuangan fisik melawan orang-orang kafir atau orangorang yang musyrik tidak ditemukan. Tetapi pada kenyataannya banyak ayat ditemukan atau hadis menganjurkan untuk menjaga dan mengkaji Alquran, menjaga kualitas keimanan dan meningkatkan keilmuan. Walaupun ada perintah jihad dengan perlawanan fisik, Nabi jarang melakukannya, kecuali dalam keadaan terdesak Sebagai konklusi awal dan masih bersifat hipotetik, makna jihad yang terdapat dalam Alquran sewaktu nabi berada di Mekah, tidak ditemukan perintah untuk melakukan jihad dalam bentuk perlawanan fisik. Begitupula dalam hadis nabi, tidak ditemukan anjuran untuk melaksanakan jihad dengan mempergunakan fisik (mengangkat senjata untuk berperang melawan orang-orang kafir dan munafik) (muhammad, 1955).
            Perintah Allah berjihad dengan perlawanan fisik, setelah nabi hijrah ke Madinah. Walaupun ada anjuran Allah untuk melakukan jihad dengan kekuatan fisik, hanya terdapat dalam beberapa ayat. Perintah jihad dengan melakukan perlawanan fisik, bukan melakukan jihad dengan mengangkat senjata semata, tetapi bisa bermakna lain. Islam tidak menganjurkan atau mengajarkan perpecahan, pertikaian dan teror, tetapi Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam. Adapun orang-orang yang memahami bahwa Allah swt. Telah menganjurkan untuk melakukan jihad dalam bentuk fisik, hanya penafsiran saja, sehingga mereka memahami ada dua ayat yang menganjurkan untuk berjihad dalam bentuk fisik.  Hal ini didasari hasil analisis setelah melihat beberapa ayat berkonotasi jihad.
Tingkatan Jihad
1          Jihadun nafs(Jihad dalam memperbaiki diri)
Syariat Jihadun Nafs ini diterangkan pentingnya dalam hadits Fudhâlah bin Ubaid radhiyallâhuanhu , dimana Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Seorang mujahid adalah orang yang berjihad memperbaiki dirinya dalam ketaatan kepada Allah. Salah satu bentuk jihad dalam konteks ini AALAH Jihad memperbaiki diri dengan mempelajari ilmu syariat; Al-Qurân dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaf.
2          Jihadusy Syaithan (Jihad melawan syaithân)
Hal ini sebagaimana dalam firman ALLAH SWT yang artinya “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagi kalian, maka jadikanlah ia sebagai musuh (kalian), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” ( QS. Fâthir : 6 )
3          Jihâdul Kuffâr wal Munâfiqîn (Jihad melawan orang-orang kafir dan kaum munâfiqîn)
            Jihad melawan orang-orang kafir termasuk jihad yang paling banyak disebutkan dalam nash-nash Al-Qur`ân dan As- Sunnah. Dan jihad terhadap kaum munâfiqîn adalah memerangi orang-orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekufuran di dalam hatinya. Jihâdul munâfiqîn ini tidak kalah pentingnya dari jihad-jihad yang disebutkan sebelumnya karena terlalu banyak orang yang ingin menghancurkan Islam dari dalam, dengan merusak, memutarbalikkan ajaran Islam atau menjadikan kaum muslimin ragu terhadap Dien mereka yang mulia.
Jihad dalam memerangi mereka ada 4 tingkatan
Ø  Memerangi mereka dengan lisan dalam bentuk menjelaskan kesesatan mereka dan menjauhkan mereka dari kaum muslimin.
Ø  Memerangi mereka dengan menginfakkan harta dalam mendukung kegiatan-kegiatan untuk mematahkan segala makar jahat dan permusuhan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin.
Ø  Memerangi mereka dalam arti yang sebenarnya, yaitu dengan membunuh mereka kalau terpenuhi syarat-syarat yang disebutkan oleh para ulama dalam perkara tersebut.
4          Jihâd Arbâbuzh Zholmi wal Bida’ wal Munkarât (Jihad menghadapi orang-orang zholim, ahli bid’ah, dan pelaku kemungkaran)
Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa jihad dengan jenis ini mempunyai tiga tingkatan :
Ø  Berjihad dengan tangan. Dan ini bagi siapa yang mempunyai kemampuan untuk merubah dengan tangannya, sesuai dengan batas kemampuan yang Allah berikan kepada mereka.
Ø  Berjihad dengan lisan (nasehat). Dan hal ini juga bagi siapa yang punya kemampuan merubah dengan lisannya.
Ø  Berjihad dengan hati. Yaitu mengingkari kezholiman, bid’ah dan kemungkaran yang ia lihat bila ia tidak mampu merubahnya dengan tangan atau lisannya.
Bentuk-bentuk jihad
a)   Jihad dalam bentuk lisan
            Berjihad dalam menyebarkan ilmu dan petunjuk melalui dakwah. Firman Allah, bermaksud :  ”Dan serulah kepada (agama) Tuhanmu, sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus” (surah al-Hajj, ayat 67)
b)                  Jihad dalam bentuk perang
            Jihad dalam bentuk perang dilaksanakan jika terjadi fitnah yang membahayakan eksistensi ummat (antara lain berupa serangan-serangan dari luar). Pada dasar kata arti jihad adalah "berjuang" atau "ber-usaha dengan keras" , namun bukan harus berarti "perang dalam makna "fisik" . jika sekarang jihad lebih sering diartikan sebagai "perjuangan untuk agama", itu tidak harus berarti perjuangan fisik . 
Ber-Jihad tidak selalu harus identik dengan ber-perang secara lahiryah / fisik, sebab Jihad , antara lain , dapat berbentuk :
Ø  Perjuangan dalam diri sendiri untuk menegakkan syariat Islamiah
Yaitu jihad yang melawan hawa nafsu untuk tunduk kepada allah.
Ø  Perjuangan terhadap orang lain , baik lisan , tulisan atau tindakan
Ø  Jihad dalam bentuk pertempuran : dalam surat at – taubah ayat 111: qital disebut dengan fisabillah “perang dijalan allah” artinya islam membenci peperangan, namun islam mewajibkan berperang jika dan hanya muslim diserang (karena agama) sampai suatu batas mutlak yang ditentukan.
      Arti kata Jihad sering disalahpahami oleh yang tidak mengenal prinsip-prinsip Din Islam sebagai 'perang suci' (holy war); istilah untuk perang adalah Qital, bukan Jihad (boedi, 19980).
Jihad dalam bentuk perang
      Jihad dalam bentuk perang dilaksanakan jika terjadi fitnah yang membahayakan eksistensi ummat (antara lain berupa serangan-serangan dari luar). Pada dasar kata arti jihad adalah "berjuang" atau "ber-usaha dengan keras" , namun bukan harus berarti "perang dalam makna "fisik" . jika sekarang jihad lebih sering diartikan sebagai "perjuangan untuk agama", itu tidak harus berarti perjuangan fisik . jika meng-arti-kan jihad hanya sebagai peperangan fisik dan extern, untuk membela agama, akan sangat ber-bahaya , sebab akan mudah di-manfaat-kan dan rentan terhadap fitnah. jika meng-artikan Jihad sebagai "perjuangan membela agama" , maka lebih tepat bahwa ber-Jihad adalah : "perjuangan menegakkan syariat Islam".Sehingga berjihad harus -lah dilakukan setiap saat , 24 jam sehari , sepanjang tahun , seumur hidup. Jihad bisa ber-arti ber-juang "Menyampaikan atau menjelaskan kepada orang lain kebenaran Ilahi Atau bisa ber-jihad dalam diri kita sendiri", Bisa saja ber-jihad adalah : "Memaksakan diri untuk bangun pagi dan shalat Subuh, walau masih mengantuk dan dingin dan memaksakan orang lain untuk shalat subuh dengan menyetel TOA mesjid dan memperdengarkan shalat subuh." dlsb .
Jihad dan Teroris
            Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad; Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad yang mewakili Madinah melawan Makkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran).Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".(QS 4:75)”
            Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima dakwah Rasul, kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi. "Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah<-islam), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk (iskandar, 2007).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar